Rabu, 06 Juli 2011

Curhatan setelah PBL 1

Setelah 10 hari menghabiskan kebersamaan di demak bersama kelompok 9 yang sangat menyenangkan,,,ada tangis,keisengan,tawa canda dan debat tapi semua sudah berakhir hari ini setelah sidang laporan pbl 1 ini hhmmmmm aku bahagia banget aku tadi sebagai presentator sukses menjelaskan presentasi dengan baik dan hebatnya kelompok kami waktu presentasi dosen penguji sampe2 update status SPECHLESS heheheheeh terima kasih kepada Bu Ida Wahyuni yg membimbing kami dan Bu laksmi sebagi dosen penguji yg menurutbya hasil yg kami kerjakan sudah bagus wah aku berbunga-bunga hahaha katanya aku kritiknya harus bisa memoles pembicaraan sehingga lebih enak disimak karena peneliti nantinya juga harus busa menami\plikan penelitian dan menyampaikannya dengan baik sehinggga pesan yg disampikan tercapai
wah banyak ilmu yg kudapat selama 1 jam lebih 5menit tadi selama di ruang sidang SCL hhmmm semoga untuk sidang skripsiku nanti berjalan lancar untuk semester 7 nanti amin
terima kasih banget buat papa,mama dan adek yg supprt aku terus juga pacarku yg setia nemenin belajar bahkan bikin name tag tadi malam heehehehe love you sayang

Senin, 28 Maret 2011

Ini adalah tambahan untuk Food Borne disease

Penyakit Bawaan Makanan
Foodborne Disease

Penyakit bawaan makanan itu apa?

Penyakit bawaan makanan atau keracunan makanan terjangkit kalau makan atau
minum bahan tercemar. Hal ini sering dan ada sekitar 5,4 juta kejadian tiap tahun
di Australia.

Ada 3 tertuduh utama yang bisa menyebabkan sakit dari makanan: kuman, virus
dan racun dalam makanan baik yang alamiah maupun dicampurkan.
Makanan apa pun dapat meracuni, apakah ini diolah atau disiapkan di rumah,
sekolah, supermarket setempat, toko makanan bungkus atau rumah makan.
Bahaya keracunan berkurang bila makanan disimpan dan disiapkan semestinya.
Apa saja sebab dan gejala penyakit bawaan makanan ini?
Ada berbagai penyakit dengan banyak gejala berlainan yang bisa timbul karena
makan makanan tercemar.

Penyebab umumnya adalah:

• kuman, misalnya Salmonella, Campylobacter dan Listeria,
• virus, misalnya Norovirus dan Hepatitis A,
• racun, misalnya racun yang dibuat oleh kuman seperti Staphylococcus
aureus atau Bacillus cereus, dan Ciguatoxin.

Gejalanya tak tentu - tergantung dari penyebabnya dan bisa termasuk menceret,
muntah, mual, sakit perut dan demam. Gejala lainnya mungkin sakit kepala, sakit
kuning atau baal. Berkembangnya gejala ini bisa berjam-jam, berhari-hari atau
lebih lama lagi dan biasanya berlangsung beberapa hari atau ada kalanya lebih
lama.

Siapa yang bisa terkena?
Siapa pun bisa terkena penyakit bawaan makanan, tetapi ada orang yang lebih
rentan terkena sakit parah, yakni:
• anak kecil,
• orang lansia,
• orang yang sistem ketahanannya tertekan,
• wanita hamil.

Pengobatannya?
Banyak orang mendapat gejala ringan lalu cepat sembuh. Orang yang menceret
dan muntah sebaiknya tidak masuk kerja atau sekolah dulu dan minum banyak.
Orang yang bisa kehabisan cairan tubuh misalnya anak kecil dan orang lansia
patut ke dokter lebih dini. Biasanya tidak diperlukan antibiotika kecuali jika rumit.


Foodborne Disease
Cara pencegahannya?

Kebersihan
Sesudah ke WC, mengganti popok, sebelum makan atau menyiapkan makanan,
cucilah tangan dengan teliti memakai sabun dan kucuran air setidaknya 15 detik,
lalu keringkanlah dengan handuk bersih. Orang yang mendapat gejala penyakit
ini tidak patut menyiapkan makanan bagi orang lain.

Pemantauan suhu
Menyimpan makanan pada suhu yang keliru bisa berakibat membiaknya kuman
yang menyebabkan racun makanan, yang tumbuh di antara suhu 5° C dan 60° C.

Untuk berjaga-jaga:
• suhu lemari es jangan lebih tinggi dari 5° C dan ada aliran udara di seputar
makanannya agar pembagian suhunya merata,
• makanan panas patut disimpan di atas suhu 60° C,
• makanan yang harus dipanaskan lagi ya cepat-cepat dipanaskan sampai
semua bagiannya mencapai suhu 75° C,
• makanan beku sebaiknya dicairkan di dalam lemari es atau microwave,
sebab makin lama makanan mentah dibiarkan pada suhu ruangan, makin
cepat pulalah kuman berbiak dan racun bisa terbentuk,
• agar kuman di dalamnya mampus, makanan harus dimasak matang benar.

Cara Menyimpan
Daging, ikan, unggas dan sayur yang mentah bisa mengandung banyak kuman,
dan juga mencemari makanan yang sudah siap jika tidak disimpan atau ditangani
dengan cermat. Untuk berjaga-jaga:
• makanan mentah patut disimpan tertutup atau dalam tempat bertutup di
bawah makanan lain yang sudah siap agar bagian makanan atau cairan
daging tidak menumpahi atau menetesinya,
• makanan sebaiknya ditutupi sebelum disimpan di dalam lemari es bawah
maupun atas atau di lemari agar terhindar dari pencemaran,
• tangan harus segera dicuci sesudah menangani makanan mentah dan
sebelum menangani makanan yang sudah matang atau siap,
• patut menggunakan talenan, sendok garpu dan piring lain untuk makanan
mentah dan yang sudah siap, dan jika talenan mesti dipakai lagi basuhlah
dulu baik-baik dengan air panas bersabun,
• teliti mencuci sayur mentah sebelum menyiapkannya untuk dimakan,
• bahan makanan harus disimpan baik-baik, jauh dari bahan beracun,
semprot serangga, bahan pembersih dll,
• tidak memakai serbet pengering piring untuk menyeka tangan atau meja,
lagipula serbetnya harus sering dicuci dan dikeringkan,
• serbet harus sering disucihamakan dan diganti.
Kalau meragukan mutu atau keamanan suatu makanan tertentu, omongan lama
berlaku, “Kalau ragu-ragu, jangan!”

Sumber : NSW Multicultural Health Communication Service
Website: http://mhcs.health.nsw.gov.au

Sabtu, 19 Maret 2011

Cacar Air /Varicella (Air Borne Disease)

Tugas Dasar Pemberantasan Penyakit tentang Air Borne Disease
Adhinningtyas R. R. E2A009093/R1
Disusun Oleh : Adhinningtyas R. R.
E2A009093/R1
Saya akan membahas tentang cacar air (Varicella) yang merupakan salah satu contoh Air Borne Disease

CHICKEN POX/HERPES ZOSTER (Varicella/shingles)

1. Identifikasi.
Chicken pox (varicella/cacar air) adalah penyakit virus akut, pada umumnya terjadi serangan mendadak dengan demam ringan, gejala umum ringan dikuti dengan munculnya erupsi kulit yang makulopapuler dalam beberapa jam, menjadi vesikuler dalam 3-4 hari dan meninggalkan keropeng bundar. Gelembungnya berbentuk monolokuler dan pecah bila ditusuk, berbeda dengan gelembung pada cacar yang berbentuk multilokuler, tidak kolaps. Lesi biasanya muncul berkelompok memanjang, dengan stadium yang berbeda pada waktu yang sama. Lesi lebih banyak muncul pada anggota tubuh yang tertutup daripada di tempat-tempat yang terbuka

Herpes zoster (shingles) adalah manifestasi lokal dari reaktivasi infeksi varicella laten pada radix ganglia dorsalis. Muncul sebagai lesi vesikuler dengan dasar eritema terbatas di daerah kulit, yang mengikuti jalannya saraf sensoris dari satu atau sekelompok radix ganglia dorsalis. Lesi bisa muncul dalam bentuk gerombolan gelembung yang ireguler sepanjang jalannya saraf, biasanya unilateral. Terletak lebih dalam dan vesikel menggerombol lebih dekat dibandingkan cacar air; herpes zoster dan varicella secara histologis mirip satu sama lain. Hampir selalu disertai dengan rasa sakit sekali dan parestesia, dan sekitar 30 % orang dewasa yang terserang herpes menderita postherpetic neuralgia. Insiden dari zoster dan postherpetic neuralgia bertambah seiring dengan bertambahnya umur.




2. Penyebab penyakit.
Herpesvirus 3 (alpha) manusia (Varicella zoster, VZV) termasuk kelompok Herpesvirus



3. Distribusi penyakit.
Tersebar di seluruh dunia. Infeksi dengan herpesvirus 3 (alpha) manusia sangat umum terjadi. Di daerah dengan iklim sedang, paling tidak 90 % dari penduduknya pernah terkena cacar air pada usia 15 tahun dan setidaknya 95% pada kelompok dewasa muda.
95
Pada daerah beriklim sedang, cacar air terjadi paling sering pada musim dingin dan awal musim semi. Gambaran epidemiologis dari cacar air di negara tropis berbeda dengan negara-negara beriklim sedang, dengan proporsi lebih tinggi kasus-kasus terjadi pada orang dewasa. Zoster terjadi lebih umum pada orang-orang yang lebih tua.

4. Reservoir : manusia.

5. Cara penularan :
Dari orang ke orang melalui kontak langsung, droplet atau penularan melalui udara dari cairan vesikel atau sekret dari saluran pernapasan orang yang terkena cacar air atau cairan vesikel dari penderita herpes zoster; tidak langsung melalui benda yang baru saja terkontaminasi oleh discharge dari vesikel ataupun dari selaput lendir orang yang terinfeksi. Berbeda dengan vaksinia dan variola, koreng dari lesi varicella tidak menular. Cacar air adalah salah penyakit yang sangat menular, terutama pada tahap awal erupsi; zoster mempunyai tingkat penularan yang rendah (kontak dengan varicella seronegatif akan berkembang menjadi cacar air). Risiko terkena varicella adalah sekitar 80 – 90 % sesudah terpajan dengan penderita varicella.

6. Masa inkubasi.
Masa inkubasi berkisar antara 2 – 3 minggu; biasanya 14 – 16 hari. Masa inkubasi bisa lebih panjang sesudah pemberian imunisasi pasif terhadap varicella (lihat 9A2; dibawah) dan pada orang dengan tingkat kekebalan rendah.

7. Masa penularan
Paling lama 5 hari, tetapi biasanya 1 – 2 hari sebelum timbulnya ruam dan berlanjut sampai semua lesi berkeropeng (biasanya sekitar 5 hari). Masa penularan bisa lebih lama pada pasien yang tingkat kekebalannya rendah. Munculnya kasus sekunder pada anak-anak dalam satu keluarga adalah sekitar 70 – 90 %. Penderita zoster bisa menjadi sumber infeksi sekitar 1 minggu sesudah munculnya lesi vesikulopustuler. Individu yang rentan dianggap bisa menularkan penyakit 10 – 21 hari sesudah terpajan.

8. Kerentanan dan kekebalan.
Semua orang rentan terhadap varicella terutama mereka yang belum pernah terinfeksi; biasanya penyakit ini lebih berat jika menyerang orang dewasa daripada anak-anak. Infeksi biasanya menimbulkan kekebalan yang berlangsung lama; serangan kedua jarang terjadi, infeksi virus biasanya menjadi laten, dan penyakit ini bisa berulang sebagai herpes zoster pada sekitar 15 % orang dewasa dan kadang-kadang pada anak-anak.
Bagi yang ibunya tidak kebal, dan penderita leukemia biasanya menderita lebih berat, lebih lama atau bahkan fatal. Orang dewasa yang menderita kanker, terutama kanker kelenjar limfe dengan atau tanpa terapi steroid, pasien dengan kekebalan rendah dan orang dengan pengobatan yang menyebabkan kekebalan menurun mempunyai risiko terkena zoster yang berat, baik lokal maupun menyebar.

9. Cara-cara pemberantasan

A. Cara-cara pencegahan :
1). Vaksin virus varicella yang dilemahkan (Varivax®) mendapat lisensi untuk digunakan di AS pada tahun 1995. Dosis tunggal 0.5 ml di rekomendasikan untuk imunisasi rutin bagi anak usia 12 –18 bulan dan untuk imunisasi anak hingga umur 12 tahun yang belum pernah menderita varicella. Vaksin ini mempunyai efikasi kumulatif sekitar 70 – 90 % dalam mencegah varicella pada anak hingga umur 6 tahun. Efektivitas vaksin pasca lisensi diperkirakan sekitar 85 – 90 % untuk mencegah semua spektrum penyakit dan hampir 100 % untuk mencegah timbulnya penyakit dengan derajat sedang hingga berat.

Orang yang telah mendapat imunisasi tetapi masih terkena varicella biasanya ringan dengan lesi yang lebih sedikit (biasanya kurang dari 50 dan lesi pada kulit tidak vesikuler), demam ringan atau tanpa demam sama sekali dan lama sakit lebih singkat. Jika diberikan dalam 3 hari sesudah terpajan, vaksin varicella bisa mencegah atau secara bermakna merubah perjalanan penyakit. Vaksin bisa digunakan untuk melindungi anak-anak dan remaja yang menderita leukemia limfoblastik yang mengalami remisi, dan dibutuhkan 2 dosis selama 4 – 8 minggu. Vaksin ini dapat diperoleh gratis untuk penderita diatas berdasarkan protokol penelitian pada Pusat Koordinasi VARIVAX (VARIVAX Coordinating Center)

Vaksin varicella direkomendasikan diberikan kepada orang yang rentan dan berusia lebih dari 13 tahun. Orang dewasa yang diprioritaskan untuk diimunisasi adalah mereka yang kontak dengan orang yang berisiko tinggi yaitu penderita dengan komplikasi yang serius, orang yang tinggal atau bekerja di lingkungan dimana bisa terjadi penularan VZV (misalkan guru TK atau guru SD, pekerja tempat penitipan anak, penghuni dan pekerja pada suatu asrama), orang yang tinggal dan bekerja pada lingkungan dimana penularan bisa terjadi (misalkan mahasiswa, orang pada satu ruang tahanan yang sama dan anggota militer), wanita usia subur, remaja dan orang dewasa yang tinggal serumah dengan anak-anak dan orang yang sering bepergian keluar negeri. Orang berusia diatas 13 tahun membutuhkan 2 dosis vaksin diberikan dengan selang waktu 4 – 8 minggu.

2). Lindungi orang yang berisiko tinggi yang oleh karena sesuatu hal tidak dapat di imunisasi, seperti bayi dan orang yang kekebalannya rendah, dari pajanan dengan cara semua anggota rumah tangga dan mereka yang kontak dengan penderita seluruhnya diberi imunisasi.

3). Imunoglobulin varisela-zoster (Varicella-zoster immune globulin, VZIG), yang dibuat dari plasma darah donor dengan titer antibodi VZV yang tinggi, sangat efektif dalam memodifikasi atau mencegah penyakit jika diberikan dalam waktu 96 jam sesudah terpajan).

B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitar.

1). Laporan kepada instansi kesehatan setempat; di banyak negara bagian di AS dan negara-negara lain, varisela bukan penyakit yang wajib dilaporkan. Kematian yang disebabkan oleh varisela dinyatakan wajib dilaporkan diseluruh AS sejak 1 Januari 1999, Kelas 3C

2). Isolasi : anak-anak yang menderita varisela dilarang masuk sekolah, ruang medis, ruang gawat darurat atau dilarang berkunjung ketempat-tempat umum hingga vesikel menjadi kering, biasanya sesudah 5 hari bagi penderita anak-anak yang tidak mendapat imunisasi dan 1 – 4 hari bagi anak-anak yang menderita varisela pasca imunisasi. Pisahkan penderita dewasa dari tempat kerja dan hindari kontak dengan orang yang rentan. Di rumah sakit, isolasi yang ketat diterapkan terhadap penderita varisela karena risiko mendapat varisela yang berat bagi pasien dengan immunocompromised jika tertular.

3). Disinfeksi serentak : terhadap barang-barang yang terkontaminasi discharge dari hidung dan tenggorokan penderita.

4). Karantina : biasanya tidak dilakukan. Anak-anak yang diketahui telah terpajan varisela sebaiknya dikarantina dirumah sakit karena alasan medis. Oleh karena ada risiko penyebaran penyakit kepada orang yang mendapat pengobatan steroid atau pasien dengan kekebalan rendah. Karantina setidaknya dilakukan selama 10 – 21 hari sesudah tepajan (hingga 28 hari jika VZIG telah diberikan).

5). Perlindungan kontak : vaksin direkomendasikan untuk diberikan kepada orang yang rentan sesudah terpajan varisela. Data dari rumah tangga, rumah sakit dan masyarakat membuktikan bahwa vaksin varisela efektif dalam mencegah kesakitan atau mengurangi beratnya penyakit bila diberikan dalam 3 hari sampai dengan 5 hari sesudah terpajan.

VZIG yang diberikan dalam waktu 96 jam sesudah terpajan, bisa melindungi atau mengurangi beratnya penyakit pada orang-orang rentan yang mempunyai riwayat kontak dengan orang sakit. VZIG tersedia di Dinas Transfusi Darah setempat (Blood Service Regional Office). Dinas ini merupakan bagian dari Palang Merah Amerika, atau dapat dipesan langsung melalui nomer telpon 617-461-0891). Pemberian VZIG juga di indikasikan bagi bayi dari ibu yang terkena cacar air 5 hari sebelum atau 48 jam sesudah melahirkan. Tidak ada jaminan bahwa pemberian VZIG pada wanita hamil akan mencegah terjadinya malformasi otak janin, tetapi pemberian VZIG bisa mengurangi beratnya varisela pada wanita hamil.

Obat anti virus seperti acyclovir nampaknya bermanfaat untuk mencegah atau merubah perjalanan penyakit varisela jika diberikan dalam kurun waktu 1 minggu sesudah terpajan. Dosis sebesar 80 mg/kg tiap hari dibagi dalam 4 dosis telah lama digunakan tetapi sampai sekarang belum ada regimen yang direkomendasikan secara umum untuk tujuan ini.

6). Investigasi kontak dan sumber infeksi : sumber infeksi bisa berasal dari penderita varisela atau herpes zoster. Semua orang yang kontak dengan sumber infeksi terutama mereka yang tidak memenuhi syarat untuk diberikan imunisasi, seperti wanita hamil, orang dengan immunocompromised dan bayi yang ibunya menderita varisela dalam 5 hari sebelum atau 2 hari sesudah melahirkan), sebaiknya dipertimbangkan untuk pemberian VZIG. Penderita sebaiknya diisolasi sehingga

semua lesi menjadi keropeng; orang-orang rentan dan terpajan yang memenuhi syarat untuk di imunisasi sebaiknya diberi vaksin segera untuk penanggulangan dan pencegahan KLB.

7). Pengobatan spesifik :
Baik vidarabine (adenine arabinoside, Ara-A®) maupun acyclovir (Zovirax®) efektif untuk mengobati cacar air dan zoster, namun acyclovir merupakan obat pilihan untuk cacar air. Untuk pengobatan herpes zoster, analog dari acyclovir dengan kemampuan absorpsi yang sudah diperbaiki saat ini telah tersedia dipasaran (valacyclovir dan famcyclovir). Obat ini bisa memperpendek gejala dan rasa sakit dari penderita zoster dewasa, terutama bila diberikan dalam waktu 24 jam sesudah munculnya ruam.

C. Tindakan penanggulangan wabah.

KLB cacar air sering terjadi disekolah, tempat penitipan anak dan institusi lain dan KLB biasanya berlangsung lama dengan banyak korban disertai dengan komplikasi. Penderita menular sebaiknya di isolasi dan kontak yang rentan diimunisasi dengan segera atau dirujuk ke dokter langganan atau dokter keluarga mereka untuk mendapat imunisasi, dengan maksud menanggulangi KLB yang terjadi. Orang yang oleh karena sesuatu hal tidak boleh diberi imunisasi seperti wanita hamil yang rentan dan orang-orang yang immunocompromised sebaiknya dievaluasi dan dipertimbangkan untuk diberi VZIG.

D. Implikasi bencana
KLB cacar air bisa terjadi pada anak-anak yang ditampung ditempat-tempat pengungsian

Daftar Pustaka
Buku Manual Pemberantasan Penyakit JAMES CHIN, MD, MPH,Editor Penterjemah : Dr. I NYOMAN KANDUN, MPH Edisi 17 Tahun 2000
http://health.allrefer.com/health/chickenpox-chickenpox.html

Rabu, 16 Maret 2011

Tugas Mata Kuliah Dasar Pemberantasan Penyakit (Food and Water Borne Disease)

Tugas Dasar Pemberantasan Penyakit
tentang Food and Water Borne Disease
Adhinningtyas R.R E2A009093/R1

KOLERA
Kolera adalah infeksi usus akut yang disebabkan oleh konsumsi makanan atau air yang terkontaminasi dengan bakteri Vibrio cholerae. Memiliki masa inkubasi singkat dan menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan, berlimpah tanpa rasa sakit, diare berair yang cepat dapat menyebabkan dehidrasi parah dan kematian jika pengobatan tidak segera diberikan. Muntah juga terjadi pada kebanyakan pasien.
Kebanyakan orang yang terinfeksi dengan V. cholerae tidak menjadi sakit, meskipun bakteri ini hadir dalam kotoran mereka selama 7-14 hari. Ketika penyakit itu terjadi, sekitar 80-90% dari episode keparahan ringan atau sedang dan sulit untuk membedakan secara klinis dari jenis lain diare akut. Kurang dari 20% dari orang yang sakit mengembangkan kolera khas dengan tanda-tanda dehidrasi sedang atau berat.
Kolera tetap menjadi ancaman global dan merupakan salah satu indikator kunci pembangunan sosial. Sedangkan penyakit tidak lagi menimbulkan ancaman bagi negara-negara dengan standar minimum kebersihan, itu tetap merupakan tantangan bagi negara-negara di mana akses terhadap air minum yang aman dan sanitasi yang memadai tidak dapat dijamin. Hampir setiap negara berkembang menghadapi wabah kolera atau ancaman epidemi kolera.

Sumber : http://www.who.int/topics/cholera/about/en/index.html

berikut gambar tentang Vibrio Cholera


I. Vibrio kolera serogrup O1 dan O139.

1. Identifikasi.

Penyakit saluran pencernaan akut yang disebabkan oleh bakteri dan ditandai gejala dalam bentuknya yang berat dengan onset yang tiba-tiba, diare terus menerus, cair seperti air cucian beras, tanpa sakit perut, disertai muntah dan mual di awal timbulnya penyakit. Pada kasus-kasus yang tidak diobati dengan cepat dan tepat dapat terjadi dehidrasi, asidosis, kolaps, hipoglikemi pada anak serta gagal ginjal. Infeksi tanpa gejala biasanya lebih sering terjadi daripada infeksi dengan gejala, terutama infeksi oleh biotipe El Tor; gejala ringan dengan hanya diare, umum terjadi, terutama dikalangan anak-anak. Pada kasus berat yang tidak diobati (kolera gravis), kematian bisa terjadi dalam beberapa jam, dan CFR-nya bisa mencapai 50 %. Dengan pengobatan tepat, angka ini kurang dari 1 %. Kehadiran V. cholerae dalam tinja yang dikonfirmasi melalui prosedur laboratorium. Namun, tes diagnostik baru cepat (RDT), sekarang tersedia, memungkinkan pengujian cepat di sisi tempat tidur pasien. WHO saat ini sedang dalam proses validasi RDT ini, untuk dapat memasukkannya dalam daftar produk pra-kualifikasi.

Sementara itu, WHO menunjukkan bahwa semua sampel yang diuji positif dengan RDT adalah re-diuji dengan menggunakan prosedur laboratorium klasik untuk konfirmasi. Tidak semua kasus cocok dengan WHO definisi kasus klinis perlu diuji. Setelah wabah dikonfirmasi, diagnosis klinis menggunakan WHO definisi kasus standar sufficient1, disertai dengan pengujian sporadis secara berkala.
Sumber : http://www.who.int/cholera/technical/prevention/control/en/index1.html


2. Penyebab Penyakit.

Vibrio cholera serogrup O1 terdiri dari dua biotipe yaitu Vibrio klasik dan Vibiro El Tor dan yang terdiri dari serotipe Inaba, Ogawa dan Hikojima (jarang ditemui). Vibrio cholera O139 juga menyebabkan kolera tipikal. Gambaran klinis dari penyakit yang disebabkan oleh Vibrio cholera O1 dari kedua biotipe dan yang disebabkan oleh Vibrio cholera O139 adalah sama karena enterotoksin yang dihasilkan oleh organisme ini hampir sama. Pada setiap kejadian wabah atau KLB, tipe organisme tertentu cenderung dominan, saat ini biotipe El Tor adalah yang paling sering ditemukan. Di kebanyakan daerah di India dan Bangladesh, sebagian besar dari kejadian kolera disebabkan oleh Vibrio cholera O139 dan Vibrio cholera O1 dari biotipe klasik ditemukan di Bangladesh selama dekade lalu. Beberapa jenis Vibrio yang secara biokimiawi tidak dapat dibedakan satu sama lain, tetapi tidak menggumpal dengan antisera Vibrio cholera serogrup O1 (strain non-O1, dahulu di kenal sebagai Vibrio yang tidak menggumpal (NAGs) atau juga dikenal sebagai “Non Cholera Vibrio” (NCVsJ) sekarang dimasukkan ke dalam spesies Vibrio cholera.(Manual Pemberantasan Penyakit,Nyoman Kandun)

3. Distribusi penyakit.

Selama abad 19, pandemi kolera menyebar berulang kali dari delta Sungai Gangga di India ke seluruh dunia. Sampai dengan pertengahan abad ke 20, penyakit ini terbatas hanya terjadi di Asia, kecuali kejadian wabah kolera yang menelan banyak korban di Mesir pada tahun 1947. Selama setengah abad terakhir abad ke 20 gambaran epidemiologis kolera ditandai dengan 3 ciri utama.
1). Terjadinya pandemi ke 7 kolera yang disebabkan oleh Vibrio cholera O1 El Tor, dengan korban yang sangat banyak.
2). Diketahui adanya reservoir lingkungan dari kolera, salah satunya adalah di sepanjang pantai teluk Meksiko di AS.
3). Munculnya untuk pertama kali ledakan wabah besar dari Cholera gravis yang disebabkan oleh organisme Vibrio cholera dari serogrup selain O1, (Vibrio cholera O139).
Sejak tahun 1961, Vibrio cholera dari biotipe El Tor telah menyebar dari Indonesia melalui sebagian besar Asia ke Eropa Timur. Pada tahun 1970, biotipe ini masuk ke Afrika bagian barat dan menyebar dengan cepat di benua itu dan menjadi endemis di sebagian besar negara Afrika. Beberapa kali KLB kolera telah terjadi di semenanjung Iberia dan Itali pada tahun 1970 an.(Manual Pemberantasan Penyakit,Nyoman Kandun)

4. Reservoir

Reservoirnya adalah : Manusia; pengamatan yang dilakukan di AS, Bangladesh dan Australia selama lebih dari 2 dekade menunjukkan adanya reservoir lingkungan, dimana vibrio diduga hidup pada copepoda dan zooplankton yang hidup diperairan payau dan muara sungai.(Manual Pemberantasan Penyakit,Nyoman Kandun)

5. Cara penularan

Masuk melalui makanan atau air minum yang terkontaminasi secara langsung atau tidak langsung oleh tinja atau muntahan dari orang yang terinfeksi. El Tor dan O139 dapat bertahan di air dalam jangka waktu yang lama. Pada saat wabah El Tor sekala besar terjadi di Amerika Latin pada tahun 1991, penularan yang cepat dari kolera terjadi melalui air yang tercemar karena sistem PAM perkotaan yang tidak baik, air permukaan yang tercemar, sistem penyimpanan air dirumah tangga yang kurang baik. Makanan dan minuman pada saat itu diolah dengan air yang tercemar dan di jual oleh pedagang kaki lima, bahkan es dan air minum yang dikemaspun juga tercemar oleh vibrio cholerae. Biji-bijian yang dimasak dengan saus pada saat wabah itu terbukti berperan sebagai media penularan kolera. Vibrio cholerae yang dibawa oleh penjamah makanan dapat mencemari salah satu dari jenis makanan yang disebutkan diatas yang apabila tidak disimpan dalam lemari es dalam suhu yang tepat, dapat meningkatkan jumlah kuman berlipat ganda dalam waktu 8 – 12 jam. Sayuran dan buah-buahan yang dicuci dan dibasahi dengan air limbah yang tidak diolah, juga menjadi media penularan.
Sebagai contoh Kasus kolera yang muncul di Louisiana dan Texas menyerang orang-orang yang mengkonsumsi kerang yang diambil dari pantai dan muara sungai yang diketahui sebagai reservoir alami dari Vibrio cholera O1 serotipe Inaba, muara sungai yang tidak terkontaminasi oleh air limbah. Kolera klinis didaerah endemis biasanya ditemukan pada kelompok masyarakat ekonomi lemah.(Manual Pemberantasan Penyakit,Nyoman Kandun)

6. Masa inkubasi : Dari beberapa jam sampai 5 hari, biasanya 2 – 3 hari.

7. Masa penularan

Diperkirakan selama hasil pemeriksaan tinja masih positif, orang tersebut masih menular, berlangsung sampai beberapa hari sesudah sembuh. Terkadang status sebagai carrier berlangsung hingga beberapa bulan. Berbagai jenis antibiotika diketahui efektif terhadap strain infektif (misalnya tetrasiklin untuk strain O139 dan kebanyakan strain O1). Pemberian antibiotika memperpendek masa penularan walaupun sangat jarang sekali, ditemukan infeksi kandung empedu kronis berlangsung hingga bertahun-tahun pada orang dewasa yang secara terus menerus mengeluarkan vibrio cholerae melalui tinja.

8. Kekebalan dan kerentanan.

Resistensi dan kerentanan seseorang sangat bervariasi achlorhydria, lambung meningkatkan risiko terkena penyakit, sedangkan bayi yang disusui terlindungi dari infeksi. Kolera gravis biotipe El Tor dan Vibrio cholera O139 secara bermakna lebih sering menimpa orang-orang dengan golongan darah O. (Manual Pemberantasan Penyakit,Nyoman Kandun)

9.Control Kolera

Alat utama untuk pengendalian kolera adalah:

* Benar dan tepat waktu kasus manajemen di pusat pengobatan kolera;
* Pelatihan khusus untuk manajemen kasus yang tepat, termasuk menghindari infeksi nosokomial;
* Cukup pra-peralatan medis diposisikan untuk manajemen kasus (misalnya kit penyakit diare);
* Peningkatan akses terhadap air, sanitasi yang efektif, manajemen limbah yang tepat dan pengendalian vektor;
* Kebersihan ditingkatkan dan praktek keamanan pangan;
* Meningkatkan komunikasi dan informasi publik
Sumber : http://www.who.int/cholera/technical/prevention/control/en/index3.html

A.Prevention kolera
Langkah-langkah untuk pencegahan kolera terutama terdiri dari
 penyediaan air bersih dan sanitasi yang layak kepada penduduk yang belum memiliki akses terhadap layanan dasar.
 Pendidikan kesehatan dan kebersihan makanan yang baik sama pentingnya. Masyarakat harus diingatkan perilaku higienis dasar, termasuk perlunya sistematis cuci tangan dengan sabun setelah buang air besar dan sebelum menangani makanan atau makan, serta persiapan yang aman dan konservasi makanan. media yang tepat, seperti radio, televisi atau surat kabar harus terlibat dalam menyebarkan pesan-pesan pendidikan kesehatan. Masyarakat dan pemimpin agama juga harus terkait dengan kampanye mobilisasi sosial.
 Selain itu, memperkuat pengawasan dan peringatan dini sangat membantu dalam mendeteksi kasus pertama dan dimasukkan ke dalam tindakan pengendalian tempat.
 Sebaliknya, pengobatan rutin komunitas dengan antibiotik, atau kemoprofilaksis massa, tidak berpengaruh pada penyebaran kolera, dapat memiliki efek samping dengan meningkatkan resistensi antimikroba dan memberikan rasa aman palsu.
Sumber : http://www.who.int/cholera/technical/prevention/control/en/index2.html


B. Pengawasan penderita, kontak atau lingkungan sekitarnya

1). Laporan kepada instansi kesehatan setempat: Laporan kasus kolera umumnya diwajibkan sesuai dengan Peraturan Kesehatan Internasional (International Health Regulation,19692).
Isolasi : perawatan di rumah sakit dengan memperlakukan kewaspadan enterik di perlukan untuk pasien berat; isolasi ketat tidak diperlukan. Untuk penderita yang tidak begitu berat, dapat di perlakukan sebagai penderita rawat jalan, diberi rehidrasi oral dan antibiotika yang tepat. Ruang perawatan kolera yang penuh sesak dengan penderita dapat di operasikan tanpa perlu khawatir dapat menimbulkan ancaman penularan kepada petugas kesehatan dan pengunjung asalkan prosedur cuci tangan secara efektif serta prosedur kebersihan perorangan di laksanakan dengan baik. Pemberantasan terhadap lalat juga perlu dilakukan.
3). Disinfeksi serentak : Dilakukan terhadap tinja dan muntahan serta bahan-bahan dari kain (linen, seperti sprei, sarung bantal dan lain-lain) serta barang-barang lain yang digunakan oleh penderita, dengan cara di panaskan, diberi asam karbol atau disinfektan lain. Masyarakat yang memiliki sistem pembuangan kotoran dan limbah yang modern dan tepat, tinja dapat langsung dibuang ke dalam saluran pembuangan tanpa perlu dilakukan disinfeksi sebelumnya. Pembersihan menyeluruh.
4). Karantina :Tidak diperlukan.
5). Manajemen kontak : Lakukan surveilans terhadap orang yang minum dan mengkonsumsi makanan yang sama dengan penderita kolera, selama 5 hari setelah kontak terakhir. Jika terbukti kemungkinan adanya penularan sekunder didalam rumah tangga, anggota rumah tangga sebaiknya di beri pengobatan kemoprofilaksis; untuk orang dewasa adalah tetrasiklin (500 mg 4 kali sehari) atau doksisiklin (dosis tunggal 300 mg) selama 3 hari, kecuali untuk strain lokal yang diketahui atau diduga resisten terhadap tetrasiklin. Anak-anak juga bisa diberikan tetrasiklin (50mg/kg/hari dibagi ke dalam 4 dosis) atau doksisiklin (dosis tunggal 6 mg/kg) selama 3 hari, dengan pemberian tetrasiklin dalam waktu yang singkat, tidak akan terjadi noda pada gigi. Pengobatan profilaktik alternatif yang bisa


6). Investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi : Lakukan investigasi terhadap kemungkinan sumber infeksi berasal dari air minum dan makanan yang terkontaminasi. Makanan yang dikonsumsi 5 hari sebelum sakit harus di tanyakan. Pencarian dengan cara mengkultur tinja untuk kasus-kasus yang tidak dilaporan hanya disarankan dilakukan terhadap anggota rumah tangga atau terhadap orang-orang yang kemungkinan terpajan dengan satu sumber (Common source) didaerah yang sebelumnya tidak terinfeksi.

7). Pengobatan spesifik : Ada tiga cara pengobatan bagi penderita Kolera :
 1). Terapi rehidrasi agresif.
 2). Pemberian antibiotika yang efektif.
 3). Pengobatan untuk komplikasi. Dasar dari terapi kolera adalah rehidrasi agresif melalui oral dan intravena yang dilakukan untuk memperbaiki kekurangan cairan dan elektrolit, juga untuk mengganti cairan akibat diare berat yang sedang berlangsung. Antibiotika yang tepat adalah terapi tambahan yang sangat penting terhadap pemberian cairan, karena pemberian antibiotika dapat mengurangi volume dan lamanya diare dan dengan cepat mengurangi ekskresi dari vibrio sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya penularan sekunder.


C. Penanggulangan wabah.

1). Berikan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat di daerah risiko tinggi untuk segera mencari pengobatan bila sakit.
2). Sediakan fasilitas pengobatan yang efektif
3). Lakukan tindakan darurat untuk menjamin tersediaanya fasilitas air minum yang aman. Lakukan klorinasi pada sistem penyediaan air bagi masyarakat, walaupun diketahui bahwa sumber air ini tidak terkontaminasi. Lakukan klorinasi atau masaklah air yang akan di minum, dan air yang akan dipakai untuk mencuci alat-alat masak dan alat-alat untuk menyimpan makanan kecuali jika tersedia air yang telah di klorinasi dengan baik dan terlindungi dari kontaminasi.
4). Lakukan pengawasan terhadap cara-cara pengolahan makanan dan minuman yang sehat. Setelah diolah dan dimasak dengan benar, lindungi makanan tersebut dari kontaminasi oleh lalat dan penanganan yang tidak saniter; makanan sisa sebaiknya di panaskan sebelum dikonsumsi. Orang yang menderita diare sebaiknya tidak menjamah atau menyediakan makanan dan minuman untuk orang lain. Makanan yang disediakan pada upacara pemakaman korban kolera mungkin tercemar dan selama wabah berlangsung makanan di tempat seperti ini sebaiknya dihindari.


5). Lakukan investigasi dengan sungguh-sungguh dengan desain sedemikian rupa untuk menemukan media dan lingkungan yang memungkinkan terjadinya penularan menurut variable orang, tempat dan waktu serta buatlah rencana penanggulangan yang memadai.
6). Sediakan fasilitas pembuangan sampah dan limbah domestik sesuai dengan syarat kesehatan.
7). Pemberian imunisasi dengan suntikan vaksin kolera Whole cell tidak dianjurkan.
8). Pada saat situasi wabah relatif mulai tenang, vaksin kolera oral dapat diberikan sebagai tambahan terhadap upaya penanggulangan wabah kolera. Namun, vaksin ini sebaiknya tidak digunakan pada saat suasana masih panik atau pada saat terjadi kekurangan persediaan air yang parah yang dapat mempengaruhi penyediaan terapi rehidrasi oral.

Case Management

Pengobatan Efisien berada di rehidrasi prompt melalui pemberian oralit (ORS) atau cairan infus, tergantung dari keparahan kasus. Sampai dengan 80% dari pasien dapat diobati secara memadai melalui pemberian oralit (WHO / UNICEF ORS sachet standar). Sangat berat dehidrasi pasien dirawat melalui pemberian cairan intravena, sebaiknya Ringer laktat. antibiotik yang tepat dapat diberikan untuk kasus yang parah untuk mengurangi durasi diare, mengurangi volume cairan rehidrasi yang dibutuhkan dan memperpendek ekskresi durasi V. cholerae. Untuk anak-anak sampai lima tahun, administrasi tambahan zinc2 memiliki terbukti efektif dalam mengurangi durasi diare serta pengurangan di episode diare berturut-turut. Dalam rangka untuk menjamin akses yang tepat terhadap perawatan, pusat pengobatan kolera harus dibentuk di antara penduduk yang terkena dampak jika layak

D. Implikasi bencana : risiko terjadinya KLB sangat tinggi di daerah di suatu daerah endemis kolera, apabila didaerah tersebut orang berkumpul bersama dalam jumlah besar tanpa penanganan makanan yang baik serta tanpa tersedianya fasilitas sanitasi yang memadai.

Daftar Pustaka
Buku Manual Pemberantasan Penyakit JAMES CHIN, MD, MPH,Editor Penterjemah : Dr. I NYOMAN KANDUN, MPH Edisi 17 Tahun 2000

Senin, 13 Desember 2010

KLB (Kejadian Luar Biasa) / WABAH

Ini merupakan tugas mata kuliah dasar epidemiologi untuk tugas ke tiga yang harus di posting di blog saya.Mohon kritik dan saran apabila ada kekurangan...terima kasih.
Nama : Adhinningtyas Rachmawati Radite
NIM  :  E2A009093
REG I 2009

KLB (Kejadian Luar Biasa) / WABAH
Definisi KLB :
Kep. Dirjen PPM&PLP No.451-I/PD.03.04/1991 Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB:
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis dalam kurun waktu dan daerah tertentu.
PENYAKIT-PENYAKIT BERPOTENSI WABAH/KLB :
1.Penyakit Karantina/penyakit wabah penting: Kholera, Pes, Yellow Fever
2.Penyakit potensi wabah/KLB yng menjalar dalam waktu cepat/mempu-
nyai mortalitas tinggi & penyakit yang masuk program eradikasi/elimi-
nasi dan memerlukan tindakan segera : DHF,Campak,Rabies, Tetanus
neonatorum, Diare, Pertusis, Poliomyelitis.
3.Penyakit potensial wabah/KLB lainnya dan beberapa penyakit penting :
Malaria, Frambosia, Influenza, Anthrax, Hepatitis, Typhus abdominalis,
Meningitis, Keracunan, Encephalitis, Tetanus.
4.Penyakit-penyakit menular yang tidak berpotensi wabah dan atau KLB,
tetapi masuk program : Kecacingan, Kusta, Tuberkulosa, Syphilis,
Gonorrhoe, Filariasis, dll

Permenkes 560/MENKES/PER/VIII/1989 _Penyakit potensial wabah:
1. Kholera
2. Pes
3. Demam Kuning
4. Demam Bolak-balik
5. Tifus Bercak wabah
6. DBD
7. Campak
8. Polio
9. Difteri
10. Pertusis
11. Rabies
12. Malaria
13. Influenza
14. Hepatitis
15. Tifus Perut
16. Meningitis
17. Ensefalitis
18. Antraks
Batasan KLB meliputi arti yang luas:
1. Meliputi semua kejadian penyakit, dapat suatu penyakit infeksi akut kronis ataupun penyakit non infeksi.
2. Tidak ada batasan yang dapat dipakai secara umum untuk menentukan jumlah
penderita yang dapat dikatakan sebagai KLB. Hal ini selain karena jumlah kasus
sangat tergantung dari jenis dan agen penyebabnya, juga karena keadaan
penyakit akan bervariasi menurut tempat (tempat tinggal, pekerjaan) dan waktu
(yang berhubungan dengan keadaan iklim) dan pengalaman keadaan penyakit
tersebut sebelumnya.
3. Tidak ada batasan yang spesifik mengenai luas daerah yang dapat
dipakai untuk menentukan KLB, apakah dusun, desa, kecamatan, kabupaten
atau meluas satu propinsi dan negara.Luasnya daerah sangat tergantung dari
cara penularan penyakit tersebut.
4. Waktu yang digunakan untuk menentukan KLB juga bervariasi. KLB
dapat terjadi dalam beberapa jam,beberapa hari atau minggu atau
beberapa bulan maupun tahun.

KRITERIA KERJA KLB
1. Timbulnya suatu penyakit/menular yg sebelumnya tdk ada atau tdk dikenal
2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus menerus selama 3 kurun waktu
    berturut-turut menurut jenis penyakitnya
3. Peningkatan kejadian/kematian 2 x dibandingkan dg periode sebelumnya
4. Jumlah penderita baru dl satu bulan menunjukkan kenaikan 2 x bila    dibandingkan dg angka rata-rata per bulan tahun sebelumnya
5. Angka rata-rata per bulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan 2 x
dibandingkan angka rata-rata per bulandari tahun sebelumnya
6. CFR suatu penyakit dl suatu kurun waktu tertentu menunjukkkan kenaikan 50% atau lebih dibanding CFR periode sebelumnya
7. Proporsional Rate penderita baru dr suatu periode tertentu menunjukkan kenaikan 2 x dibandingkan periode yg sama dan kurun waktu/tahun sebelumnya
8. Beberapa penyakit khusus: Kholera, DHF/DSS:
a. Setiap peningkatan kasus dr periode sebelumnya (pd daerah endemis)
b. Terdapat satu/lebih penderita baru dimana pd periode 4 minggu sebelumnya daerah tsb dinyatakan bebas dari penyakit tsb
9. Beberapa penyakit yg dialami 1 atau lebih penderita:
a. Keracunan makanan
b. Keracunan pestisida


TIGA SIFAT UTAMA ASPEK PENULARAN PENYAKIT DARI ORANG KE
ORANG.
1. Waktu Generasi (Generation Time)
Masa antara masuknya penyakit pada pejamu tertentu sampai masa
kemampuan maksimal pejamu tersebut untuk dapat menularkan penyakit. Hal ini sangat penting dalam mempelajari proses penularan.
Perbedaan masa tunas denga wakru generasi yaitu Masa tunas ditentukan oleh masuknya unsur penyebab sampai timbulnya gejala penyakit sehingga tidak dapat ditentukan pada penyakit dengan gejala yang terselubung, waktu generasi ialah waktu masuknya unsur penyebab penyakit hingga timbulnya kemampuan penyakit tersebut untuk menularkan kepada pejamu lain walau tanpa gejala klinik atau terselubung.
2. Kekebalan Kelompok (Herd Immunity)
Adalah tingkat kemampuan atau daya tahan suatu kelompok penduduk tertentu terhadap serangan atau penyebaran unsur penyebab penyakit menular tertentu berdasarkan tingkat kekebalan sejumlah tertentu anggota kelompok tersebut.
Herd Immunity merupakan faktor utama dalam proses kejadian wabah di
masyarakat serta kelangsungan penyakit pada suatu kelompok penduduk tertentu.
Wabah terjadi karena 2 keadaan :
Keadaan kekebalan populasi yakni suatu wabah besar dapat terjadi jika agent penyakit infeksi masuk ke dalam suatu populasi yang tidak pernah terpapar oleh agen tersebut atau kemasukan suatu agen penyakit menular yang sudah lama absen dalam populasi tersebut.
Bila suatu populasi tertutup seperti asrama, barak dimana keadaan sangat tertutup dan mudah terjadi kontak langsung, masuknya sejumlah orang-orang yang peka terhadap penyakit tertentu dalam populasi tsb.
Ex: Asrama mahasiswa/tentara.
3. Angka Serangan (Attack Rate)Adalah sejumlah kasus yang berkembang atau muncul dalam satu satuan waktu tertentu di kalangan anggota kelompok yang mengalami kontak serta memiliki risiko atau kerentanan terhadap penyakit tersebut.
Formula angak serangan ini adalah banyaknya kasus baru (tidak termasuk kasus pertama) dibagi dengan banyaknya orang yang peka dalam satu jangka waktu tertentu.
Angka serangan ini bertujuan untuk menganalisis tingkat penularan dan tingkat keterancamam dalam keluarga, dimana tata cara dan konsep keluarga, sistem hubungan keluarga dengan masyarakat serta hubungan individu dalam kehidupan sehari-hari pada kelompok populasi tertentu merupakan unit epidemiologi tempat penularan penyakit berlangsung.

 Agar fenomena wabah / KLB dapat dicegah, maka dapat dilakukan :
a. Penanggulangan sumber pathogen :
   i. Singkirkan sumber kontaminasi  ii. Hindarkan orang dari paparan iii. Inactivasi / neutralisasi pathogen iv. Isolasi atau mengobati orang yang terinfeksi
b. Memutus rantai penularan :
   i. Memutus sumber lingkungan yang berpotensi
  ii. Penanggulangan transmisi vector iii. Tingkatkan sanitasi perorangan
c. Modifikasi response penjamu
   i. Immunisai kelompok rentan  ii. Pemakaian chemotherapy pencegahan

Penanggulangan KLB dikenal dengan nama Sistem Kewaspadaan Dini (SKD-KLB), yang dapat diartikan sebagai suatu upaya pencegahan dan penanggulangan KLB secara dini dengan melakukan kegiatan untuk mengantisipasi KLB. Kegiatan yang dilakukan berupa pengamatan yang sistematis dan terus-menerus yang mendukung sikap tanggap/waspada yang cepat dan tepat terhadap adanya suatu perubahan status kesehatan masyarakat. Kegiatan yang dilakukan adalah pengumpulan data kasus baru dari penyakit-penyakit yang berpotensi terjadi KLB secara mingguan sebagai upaya SKD-KLB. Data-data yang telah terkumpul dilakukan pengolahan dan analisis data untuk penyusunan rumusan kegiatan perbaikan oleh tim epidemiologi (Dinkes Kota Surabaya, 2002).
Berdasarkan Undang-undang No. 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular serta Peraturan Menteri Kesehatan No. 560 tahun 1989, maka penyakit DBD harus dilaporkan segera dalam waktu kurang dari 24 jam. Undang-undang No. 4 tahun 1984 juga menyebutkan bahwa wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat, yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. Dalam rangka mengantisipasi wabah secara dini, dikembangkan istilah kejadian luar biasa (KLB) sebagai pemantauan lebih dini terhadap kejadian wabah. Tetapi kelemahan dari sistem ini adalah penentuan penyakit didasarkan atas hasil pemeriksaan klinik laboratorium sehingga seringkali KLB terlambat diantisipasi (Sidemen A., 2003).

Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem surveilans dengan menggunakan teknologi informasi (computerize) yang disebut dengan Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS). EWORS adalah suatu sistem jaringan informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS secara cepat (Badan Litbangkes, Depkes RI). Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat, sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin. Dalam masalah DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi jumlah, gejala/karakteristik penyakit, tempat/lokasi, dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit DATI II di Indonesia (Sidemen A., 2003)

Jumat, 12 November 2010

EPIDEMIOLOGY INVESTIGATION

EPIDEMIOLOGY INVESTIGATION
(PENYELIDIKAN EPIDEMOLOGI)
Malaria,TB Paru,Campak,Kematian Ibu,Kematian Bayi
MALARIA
Malaria adalah penyakit disebabkan oleh parasit plasmodium. Penyakit merebak melalui gigitan nyamuk Anopheles yang telah dijangkiti  parasit (sporozoites) berkenaan.
Penyelidikan epidemiologi ;
1.     Pencarian data penderita atau tersangka Malaria lainnya baik mencari data di Puskesmas maupun Rumah sakit terdekat
2.    Pemeriksaankeberadaan vektor dengan memeriksa apakah  jentik di rumah penderita malaria/tersangka dalam radius  2-3 km (berdasarkan jarak terbang nyamuk Anopheles sp. Dan tempat – tempat umum yang sering dikunjungi penderita/tersangka contoh : Masjid,WC umum,pasar dsb

Tindak lanjut
Apabila ditemukan penderita malaria lain atau ada jentik Anopheles sp.sudah jelas di daerah tersebut berpotensi penyebaran Malaria dan bila  ada penderita demam berulang setiap 24 jam sekali,48 jam sekali,72 jam sekali.
Maka dilakukan :
*      Penyuluhan 3 M plus
*      (1) Penyuluhan pada mesyarakat untuk menghindari atau mengurangi kontak gigitan  nyamuk  Anopheles  spp  dengan memakai kelambu, penjaringan rumah, pemakaian repellent dan obat nyamuk
(2)membunuh nyamuk dewasa dengan menggunakan berbagai insektisida,dan fogging (pengasapan)
 (3)membunuh jentik (tindakan anti larva) baik secara kimiawi
(larvacida) maupun biologi (ikan, tumbuhan, jamur, bakteri),
(4) mengurangi breeding places
(5) mengobati penderita malaria,
(6) pemberian pengobatan pencegahan (profilaksis) dan vaksinas

ü  Bila tidak ditemukan,maka hanya melakukan penyuluhan 3 M plus dan penambahan pengetahuan tentang malaria pada masyarakat
TUBERCULOSIS PARU (TB PARU)
Penyakit Tuberkulosis: adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis), sebagian besar kuman TB menyerang Paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
Penyelidikan epidemologi
Ø  Pencarian penderita/tersangka TB PARU lainnya yang mempunyai gejala umum dan khusus  di  Puskesmas ataupun Rumah Sakit maupun interview dengan masyarakat
Ø  Diagnosis TB paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga SPS BTA hasilnya positif.
Ø  Lingkungan ataupun tempat yang beresiko di daerah penderita  berkembangnya Mycobacterium tuberculosis  seperti lingkungan buruk yang lembab dan kotor,penjara,daerah status ekonomi sosial rendah
Ø  Pencarian penderita HIV/AIDS di dareh setempat dan memeriksa apakah positif TB paru atau tidak

Tindak Lanjut
Bila ditemukan penderita  dengan Gejala Umum :Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 (tiga) minggu atau lebih.Gejala Lain Yang Sering Dijumpai :Dahak bercampur darah.Batuk darah.Sesak napas dan rasa nyeri dada.Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan.Maka dilakukan :
v  Pengobatan segara pada penderita TB PARU dengan DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy). Dalam strategi ini ada tiga tahapan penting, yaitu mendeteksi pasien, melakukan pengobatan, dan melakukan pengawasan langsung.
v  Pemberian imunisasi BCG terhadap mereka yang tidak terinfeksi TB
v  Beri penyuluhan kepada masyarakat tentang cara-cara penularan dan cara-cara pemberantasan serta manfaat penegakan diagnosa dini serta cuci tangan dan praktek menjaga kebersihan rumah harus dipertahankan sebagai kegiatan rutin.
v  Pengawasan Minum obat secara langsung terbukti sangat efektif dalam pengobatan TB
Bila tidak ditemukan penderita lain maka yang harus dilakukan adalah Penyuluhan tentang TB Paru,pencegahan dan penanggulangannya.Serta pemeriksaan rutin terhadap anggota keluarga penderita

CAMPAK
Suatu penyakit virus akut yang sangat menular dengan gejala awal berupa demam, konjungtivitis, pilek, batuk dan  binti-bintik kecil dengan bagian tengah berwarna putih  atau putih kebiru-biruan dengan dasar kemerahan di daerah mukosa pipi (bercak Koplik). Tanda khas bercak kemerahan dikulit timbul pada hari ketiga sampai ketujuh; dimulai di daerah muka, kemudian menyeluruh, berlangsung selama 4-7 hari, dan kadang-kadang berakhir dengan pengelupasan  kulit berwarna kecoklatan. Penyebab infeksi  - virus campak, anggota genus Morbillivirus dari famili Paramyxoviridae.
Penyelidikan Epidemiologi
Pencarian penderita / tersangka lainnya yang mengalami gejala campak  yang tinggal di daerah tersebut baik melalui pencarian data di Puskesmas,Rumah sakit maupun bertanya langsung pada masyarakat.
Tindak Lanjut
Jika terbukti terdapat penderita campak maka dilakukan :
*      Pengobatan segara pada penderita dan disarankan tidak berinteraksi dengan banyak orang (tinggal di rumah) selama 4 hari untuk menghindari penularan
*      Pemberian imunisasi campak pada masyarakat yang belum terkena campak
Dan terutama pemberian imunisasi campak terhadap anak-anak (populasi berisiko)
Bila tidak ditemukan penderita lain ataupun yang beresiko  maka diberikan penyuluhan tentang campak,imunisasi campak terhadap anak-anak,dan penanganannya.
Kematian Ibu
Kematian ibu di Indonesia disebabkan faktor kemiskinan, rendahnya pendidikan, kurangnya akses terhadap informasi, tingginya peranan dukun dan terbatasnya layanan medis modern, budaya patriaki yang masih kental. Perempuan tidak memiliki kendali penuh atas dirinyaSeringkali perempuan tidak berkuasa kapan dia harus mengandung. Padahal disaat itu mungkin kondisi kehamilan berbahaya bagi dia.
Penyelidikan Epidemiologi
v  Pendataan kematian ibu hamil di Puskesmas Rumah sakit maupun bertanya pada masyarakat
v  Diberikan upaya pencegahan bila memang terjadi kematian ibu di daerah tersebut
Tindak lanjut
Apabila ditemukan kasus kematian ibu yang significant di daerah itu maka perlu dilakukan :
*      Penyuluhan-penyuluhan tentang kesehatan ibu hamil,pemenuhan nutrisi bagi saat kehamilan,proses persalinan dan menyusui
*      Pemberdayaan perempuan diutamakan
*      Kaun pria dituntut lebih memperhatikan dan bertanggung jawab atas kesehatan ibu hamil (istri) dan kesehatan reproduksi
*      Pelayanan kesehatan bagi ibu hamil dan kesehatan reproduksi harus ditingkatkan
*      Penyuluhan pada tenaga medis akan pentingnya perawatan ibu hamil dan setelah melahirkan
Kematian Bayi
Penyelidikan Epidemiologi
1.     Pendataan jumlah kematian bayi (lahir mati) di daerah tersebut baik data puskesmas,rumah sakit maupun bertanya pada masyarakat
2.    Mengetahui faktor resiko,keadaan ibu hamil yg beresiko dan faktor dalam keluarga ibu hamil
Tindak Lanjut
Bila dalam pendataan ditemukan jumlah kematian bayi yang significant maka sebaiknya dilakukan :
Ø  Penyuluhan mengenai KIA (Kesehatan Ibu dan Anak)
Ø  Pemberitahuan tentang faktor penyebab dan pencegahan agar tidak terjadi kematian bayi (lahir mati)
Ø  Pelayanan kesehatan dan pemeriksaan rutin ibu hamil akan kondisi kehamilan
Ø  Pemantauan kesehatan ibu hamil secara berkala
Bila tidak terlalu banyak kasus kematian bayi maka yang dilakukan adalah penyuluhan KIA dan peningkatan pengetahuan kesehatan ibu hamil untuk menjaga kandungan

 ADHINNINGTYAS RACHMAWATI RADITE
E2A009093
REG I 2009