Rabu, 16 Maret 2011

Tugas Mata Kuliah Dasar Pemberantasan Penyakit (Food and Water Borne Disease)

Tugas Dasar Pemberantasan Penyakit
tentang Food and Water Borne Disease
Adhinningtyas R.R E2A009093/R1

KOLERA
Kolera adalah infeksi usus akut yang disebabkan oleh konsumsi makanan atau air yang terkontaminasi dengan bakteri Vibrio cholerae. Memiliki masa inkubasi singkat dan menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan, berlimpah tanpa rasa sakit, diare berair yang cepat dapat menyebabkan dehidrasi parah dan kematian jika pengobatan tidak segera diberikan. Muntah juga terjadi pada kebanyakan pasien.
Kebanyakan orang yang terinfeksi dengan V. cholerae tidak menjadi sakit, meskipun bakteri ini hadir dalam kotoran mereka selama 7-14 hari. Ketika penyakit itu terjadi, sekitar 80-90% dari episode keparahan ringan atau sedang dan sulit untuk membedakan secara klinis dari jenis lain diare akut. Kurang dari 20% dari orang yang sakit mengembangkan kolera khas dengan tanda-tanda dehidrasi sedang atau berat.
Kolera tetap menjadi ancaman global dan merupakan salah satu indikator kunci pembangunan sosial. Sedangkan penyakit tidak lagi menimbulkan ancaman bagi negara-negara dengan standar minimum kebersihan, itu tetap merupakan tantangan bagi negara-negara di mana akses terhadap air minum yang aman dan sanitasi yang memadai tidak dapat dijamin. Hampir setiap negara berkembang menghadapi wabah kolera atau ancaman epidemi kolera.

Sumber : http://www.who.int/topics/cholera/about/en/index.html

berikut gambar tentang Vibrio Cholera


I. Vibrio kolera serogrup O1 dan O139.

1. Identifikasi.

Penyakit saluran pencernaan akut yang disebabkan oleh bakteri dan ditandai gejala dalam bentuknya yang berat dengan onset yang tiba-tiba, diare terus menerus, cair seperti air cucian beras, tanpa sakit perut, disertai muntah dan mual di awal timbulnya penyakit. Pada kasus-kasus yang tidak diobati dengan cepat dan tepat dapat terjadi dehidrasi, asidosis, kolaps, hipoglikemi pada anak serta gagal ginjal. Infeksi tanpa gejala biasanya lebih sering terjadi daripada infeksi dengan gejala, terutama infeksi oleh biotipe El Tor; gejala ringan dengan hanya diare, umum terjadi, terutama dikalangan anak-anak. Pada kasus berat yang tidak diobati (kolera gravis), kematian bisa terjadi dalam beberapa jam, dan CFR-nya bisa mencapai 50 %. Dengan pengobatan tepat, angka ini kurang dari 1 %. Kehadiran V. cholerae dalam tinja yang dikonfirmasi melalui prosedur laboratorium. Namun, tes diagnostik baru cepat (RDT), sekarang tersedia, memungkinkan pengujian cepat di sisi tempat tidur pasien. WHO saat ini sedang dalam proses validasi RDT ini, untuk dapat memasukkannya dalam daftar produk pra-kualifikasi.

Sementara itu, WHO menunjukkan bahwa semua sampel yang diuji positif dengan RDT adalah re-diuji dengan menggunakan prosedur laboratorium klasik untuk konfirmasi. Tidak semua kasus cocok dengan WHO definisi kasus klinis perlu diuji. Setelah wabah dikonfirmasi, diagnosis klinis menggunakan WHO definisi kasus standar sufficient1, disertai dengan pengujian sporadis secara berkala.
Sumber : http://www.who.int/cholera/technical/prevention/control/en/index1.html


2. Penyebab Penyakit.

Vibrio cholera serogrup O1 terdiri dari dua biotipe yaitu Vibrio klasik dan Vibiro El Tor dan yang terdiri dari serotipe Inaba, Ogawa dan Hikojima (jarang ditemui). Vibrio cholera O139 juga menyebabkan kolera tipikal. Gambaran klinis dari penyakit yang disebabkan oleh Vibrio cholera O1 dari kedua biotipe dan yang disebabkan oleh Vibrio cholera O139 adalah sama karena enterotoksin yang dihasilkan oleh organisme ini hampir sama. Pada setiap kejadian wabah atau KLB, tipe organisme tertentu cenderung dominan, saat ini biotipe El Tor adalah yang paling sering ditemukan. Di kebanyakan daerah di India dan Bangladesh, sebagian besar dari kejadian kolera disebabkan oleh Vibrio cholera O139 dan Vibrio cholera O1 dari biotipe klasik ditemukan di Bangladesh selama dekade lalu. Beberapa jenis Vibrio yang secara biokimiawi tidak dapat dibedakan satu sama lain, tetapi tidak menggumpal dengan antisera Vibrio cholera serogrup O1 (strain non-O1, dahulu di kenal sebagai Vibrio yang tidak menggumpal (NAGs) atau juga dikenal sebagai “Non Cholera Vibrio” (NCVsJ) sekarang dimasukkan ke dalam spesies Vibrio cholera.(Manual Pemberantasan Penyakit,Nyoman Kandun)

3. Distribusi penyakit.

Selama abad 19, pandemi kolera menyebar berulang kali dari delta Sungai Gangga di India ke seluruh dunia. Sampai dengan pertengahan abad ke 20, penyakit ini terbatas hanya terjadi di Asia, kecuali kejadian wabah kolera yang menelan banyak korban di Mesir pada tahun 1947. Selama setengah abad terakhir abad ke 20 gambaran epidemiologis kolera ditandai dengan 3 ciri utama.
1). Terjadinya pandemi ke 7 kolera yang disebabkan oleh Vibrio cholera O1 El Tor, dengan korban yang sangat banyak.
2). Diketahui adanya reservoir lingkungan dari kolera, salah satunya adalah di sepanjang pantai teluk Meksiko di AS.
3). Munculnya untuk pertama kali ledakan wabah besar dari Cholera gravis yang disebabkan oleh organisme Vibrio cholera dari serogrup selain O1, (Vibrio cholera O139).
Sejak tahun 1961, Vibrio cholera dari biotipe El Tor telah menyebar dari Indonesia melalui sebagian besar Asia ke Eropa Timur. Pada tahun 1970, biotipe ini masuk ke Afrika bagian barat dan menyebar dengan cepat di benua itu dan menjadi endemis di sebagian besar negara Afrika. Beberapa kali KLB kolera telah terjadi di semenanjung Iberia dan Itali pada tahun 1970 an.(Manual Pemberantasan Penyakit,Nyoman Kandun)

4. Reservoir

Reservoirnya adalah : Manusia; pengamatan yang dilakukan di AS, Bangladesh dan Australia selama lebih dari 2 dekade menunjukkan adanya reservoir lingkungan, dimana vibrio diduga hidup pada copepoda dan zooplankton yang hidup diperairan payau dan muara sungai.(Manual Pemberantasan Penyakit,Nyoman Kandun)

5. Cara penularan

Masuk melalui makanan atau air minum yang terkontaminasi secara langsung atau tidak langsung oleh tinja atau muntahan dari orang yang terinfeksi. El Tor dan O139 dapat bertahan di air dalam jangka waktu yang lama. Pada saat wabah El Tor sekala besar terjadi di Amerika Latin pada tahun 1991, penularan yang cepat dari kolera terjadi melalui air yang tercemar karena sistem PAM perkotaan yang tidak baik, air permukaan yang tercemar, sistem penyimpanan air dirumah tangga yang kurang baik. Makanan dan minuman pada saat itu diolah dengan air yang tercemar dan di jual oleh pedagang kaki lima, bahkan es dan air minum yang dikemaspun juga tercemar oleh vibrio cholerae. Biji-bijian yang dimasak dengan saus pada saat wabah itu terbukti berperan sebagai media penularan kolera. Vibrio cholerae yang dibawa oleh penjamah makanan dapat mencemari salah satu dari jenis makanan yang disebutkan diatas yang apabila tidak disimpan dalam lemari es dalam suhu yang tepat, dapat meningkatkan jumlah kuman berlipat ganda dalam waktu 8 – 12 jam. Sayuran dan buah-buahan yang dicuci dan dibasahi dengan air limbah yang tidak diolah, juga menjadi media penularan.
Sebagai contoh Kasus kolera yang muncul di Louisiana dan Texas menyerang orang-orang yang mengkonsumsi kerang yang diambil dari pantai dan muara sungai yang diketahui sebagai reservoir alami dari Vibrio cholera O1 serotipe Inaba, muara sungai yang tidak terkontaminasi oleh air limbah. Kolera klinis didaerah endemis biasanya ditemukan pada kelompok masyarakat ekonomi lemah.(Manual Pemberantasan Penyakit,Nyoman Kandun)

6. Masa inkubasi : Dari beberapa jam sampai 5 hari, biasanya 2 – 3 hari.

7. Masa penularan

Diperkirakan selama hasil pemeriksaan tinja masih positif, orang tersebut masih menular, berlangsung sampai beberapa hari sesudah sembuh. Terkadang status sebagai carrier berlangsung hingga beberapa bulan. Berbagai jenis antibiotika diketahui efektif terhadap strain infektif (misalnya tetrasiklin untuk strain O139 dan kebanyakan strain O1). Pemberian antibiotika memperpendek masa penularan walaupun sangat jarang sekali, ditemukan infeksi kandung empedu kronis berlangsung hingga bertahun-tahun pada orang dewasa yang secara terus menerus mengeluarkan vibrio cholerae melalui tinja.

8. Kekebalan dan kerentanan.

Resistensi dan kerentanan seseorang sangat bervariasi achlorhydria, lambung meningkatkan risiko terkena penyakit, sedangkan bayi yang disusui terlindungi dari infeksi. Kolera gravis biotipe El Tor dan Vibrio cholera O139 secara bermakna lebih sering menimpa orang-orang dengan golongan darah O. (Manual Pemberantasan Penyakit,Nyoman Kandun)

9.Control Kolera

Alat utama untuk pengendalian kolera adalah:

* Benar dan tepat waktu kasus manajemen di pusat pengobatan kolera;
* Pelatihan khusus untuk manajemen kasus yang tepat, termasuk menghindari infeksi nosokomial;
* Cukup pra-peralatan medis diposisikan untuk manajemen kasus (misalnya kit penyakit diare);
* Peningkatan akses terhadap air, sanitasi yang efektif, manajemen limbah yang tepat dan pengendalian vektor;
* Kebersihan ditingkatkan dan praktek keamanan pangan;
* Meningkatkan komunikasi dan informasi publik
Sumber : http://www.who.int/cholera/technical/prevention/control/en/index3.html

A.Prevention kolera
Langkah-langkah untuk pencegahan kolera terutama terdiri dari
 penyediaan air bersih dan sanitasi yang layak kepada penduduk yang belum memiliki akses terhadap layanan dasar.
 Pendidikan kesehatan dan kebersihan makanan yang baik sama pentingnya. Masyarakat harus diingatkan perilaku higienis dasar, termasuk perlunya sistematis cuci tangan dengan sabun setelah buang air besar dan sebelum menangani makanan atau makan, serta persiapan yang aman dan konservasi makanan. media yang tepat, seperti radio, televisi atau surat kabar harus terlibat dalam menyebarkan pesan-pesan pendidikan kesehatan. Masyarakat dan pemimpin agama juga harus terkait dengan kampanye mobilisasi sosial.
 Selain itu, memperkuat pengawasan dan peringatan dini sangat membantu dalam mendeteksi kasus pertama dan dimasukkan ke dalam tindakan pengendalian tempat.
 Sebaliknya, pengobatan rutin komunitas dengan antibiotik, atau kemoprofilaksis massa, tidak berpengaruh pada penyebaran kolera, dapat memiliki efek samping dengan meningkatkan resistensi antimikroba dan memberikan rasa aman palsu.
Sumber : http://www.who.int/cholera/technical/prevention/control/en/index2.html


B. Pengawasan penderita, kontak atau lingkungan sekitarnya

1). Laporan kepada instansi kesehatan setempat: Laporan kasus kolera umumnya diwajibkan sesuai dengan Peraturan Kesehatan Internasional (International Health Regulation,19692).
Isolasi : perawatan di rumah sakit dengan memperlakukan kewaspadan enterik di perlukan untuk pasien berat; isolasi ketat tidak diperlukan. Untuk penderita yang tidak begitu berat, dapat di perlakukan sebagai penderita rawat jalan, diberi rehidrasi oral dan antibiotika yang tepat. Ruang perawatan kolera yang penuh sesak dengan penderita dapat di operasikan tanpa perlu khawatir dapat menimbulkan ancaman penularan kepada petugas kesehatan dan pengunjung asalkan prosedur cuci tangan secara efektif serta prosedur kebersihan perorangan di laksanakan dengan baik. Pemberantasan terhadap lalat juga perlu dilakukan.
3). Disinfeksi serentak : Dilakukan terhadap tinja dan muntahan serta bahan-bahan dari kain (linen, seperti sprei, sarung bantal dan lain-lain) serta barang-barang lain yang digunakan oleh penderita, dengan cara di panaskan, diberi asam karbol atau disinfektan lain. Masyarakat yang memiliki sistem pembuangan kotoran dan limbah yang modern dan tepat, tinja dapat langsung dibuang ke dalam saluran pembuangan tanpa perlu dilakukan disinfeksi sebelumnya. Pembersihan menyeluruh.
4). Karantina :Tidak diperlukan.
5). Manajemen kontak : Lakukan surveilans terhadap orang yang minum dan mengkonsumsi makanan yang sama dengan penderita kolera, selama 5 hari setelah kontak terakhir. Jika terbukti kemungkinan adanya penularan sekunder didalam rumah tangga, anggota rumah tangga sebaiknya di beri pengobatan kemoprofilaksis; untuk orang dewasa adalah tetrasiklin (500 mg 4 kali sehari) atau doksisiklin (dosis tunggal 300 mg) selama 3 hari, kecuali untuk strain lokal yang diketahui atau diduga resisten terhadap tetrasiklin. Anak-anak juga bisa diberikan tetrasiklin (50mg/kg/hari dibagi ke dalam 4 dosis) atau doksisiklin (dosis tunggal 6 mg/kg) selama 3 hari, dengan pemberian tetrasiklin dalam waktu yang singkat, tidak akan terjadi noda pada gigi. Pengobatan profilaktik alternatif yang bisa


6). Investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi : Lakukan investigasi terhadap kemungkinan sumber infeksi berasal dari air minum dan makanan yang terkontaminasi. Makanan yang dikonsumsi 5 hari sebelum sakit harus di tanyakan. Pencarian dengan cara mengkultur tinja untuk kasus-kasus yang tidak dilaporan hanya disarankan dilakukan terhadap anggota rumah tangga atau terhadap orang-orang yang kemungkinan terpajan dengan satu sumber (Common source) didaerah yang sebelumnya tidak terinfeksi.

7). Pengobatan spesifik : Ada tiga cara pengobatan bagi penderita Kolera :
 1). Terapi rehidrasi agresif.
 2). Pemberian antibiotika yang efektif.
 3). Pengobatan untuk komplikasi. Dasar dari terapi kolera adalah rehidrasi agresif melalui oral dan intravena yang dilakukan untuk memperbaiki kekurangan cairan dan elektrolit, juga untuk mengganti cairan akibat diare berat yang sedang berlangsung. Antibiotika yang tepat adalah terapi tambahan yang sangat penting terhadap pemberian cairan, karena pemberian antibiotika dapat mengurangi volume dan lamanya diare dan dengan cepat mengurangi ekskresi dari vibrio sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya penularan sekunder.


C. Penanggulangan wabah.

1). Berikan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat di daerah risiko tinggi untuk segera mencari pengobatan bila sakit.
2). Sediakan fasilitas pengobatan yang efektif
3). Lakukan tindakan darurat untuk menjamin tersediaanya fasilitas air minum yang aman. Lakukan klorinasi pada sistem penyediaan air bagi masyarakat, walaupun diketahui bahwa sumber air ini tidak terkontaminasi. Lakukan klorinasi atau masaklah air yang akan di minum, dan air yang akan dipakai untuk mencuci alat-alat masak dan alat-alat untuk menyimpan makanan kecuali jika tersedia air yang telah di klorinasi dengan baik dan terlindungi dari kontaminasi.
4). Lakukan pengawasan terhadap cara-cara pengolahan makanan dan minuman yang sehat. Setelah diolah dan dimasak dengan benar, lindungi makanan tersebut dari kontaminasi oleh lalat dan penanganan yang tidak saniter; makanan sisa sebaiknya di panaskan sebelum dikonsumsi. Orang yang menderita diare sebaiknya tidak menjamah atau menyediakan makanan dan minuman untuk orang lain. Makanan yang disediakan pada upacara pemakaman korban kolera mungkin tercemar dan selama wabah berlangsung makanan di tempat seperti ini sebaiknya dihindari.


5). Lakukan investigasi dengan sungguh-sungguh dengan desain sedemikian rupa untuk menemukan media dan lingkungan yang memungkinkan terjadinya penularan menurut variable orang, tempat dan waktu serta buatlah rencana penanggulangan yang memadai.
6). Sediakan fasilitas pembuangan sampah dan limbah domestik sesuai dengan syarat kesehatan.
7). Pemberian imunisasi dengan suntikan vaksin kolera Whole cell tidak dianjurkan.
8). Pada saat situasi wabah relatif mulai tenang, vaksin kolera oral dapat diberikan sebagai tambahan terhadap upaya penanggulangan wabah kolera. Namun, vaksin ini sebaiknya tidak digunakan pada saat suasana masih panik atau pada saat terjadi kekurangan persediaan air yang parah yang dapat mempengaruhi penyediaan terapi rehidrasi oral.

Case Management

Pengobatan Efisien berada di rehidrasi prompt melalui pemberian oralit (ORS) atau cairan infus, tergantung dari keparahan kasus. Sampai dengan 80% dari pasien dapat diobati secara memadai melalui pemberian oralit (WHO / UNICEF ORS sachet standar). Sangat berat dehidrasi pasien dirawat melalui pemberian cairan intravena, sebaiknya Ringer laktat. antibiotik yang tepat dapat diberikan untuk kasus yang parah untuk mengurangi durasi diare, mengurangi volume cairan rehidrasi yang dibutuhkan dan memperpendek ekskresi durasi V. cholerae. Untuk anak-anak sampai lima tahun, administrasi tambahan zinc2 memiliki terbukti efektif dalam mengurangi durasi diare serta pengurangan di episode diare berturut-turut. Dalam rangka untuk menjamin akses yang tepat terhadap perawatan, pusat pengobatan kolera harus dibentuk di antara penduduk yang terkena dampak jika layak

D. Implikasi bencana : risiko terjadinya KLB sangat tinggi di daerah di suatu daerah endemis kolera, apabila didaerah tersebut orang berkumpul bersama dalam jumlah besar tanpa penanganan makanan yang baik serta tanpa tersedianya fasilitas sanitasi yang memadai.

Daftar Pustaka
Buku Manual Pemberantasan Penyakit JAMES CHIN, MD, MPH,Editor Penterjemah : Dr. I NYOMAN KANDUN, MPH Edisi 17 Tahun 2000

Tidak ada komentar:

Posting Komentar